Oleh: Priyo Suprobo*)
Konsep BHP ternyata ada sejak tahun 1950-an.
Dalam dokumen koleksi Arsip Nasional tentang pembentukan BHP tahun 1953, dinyatakan BHP adalah pilihan keberadaan universitas,
bukan kemutlakan (Agus Suwignyo, 2006).
Apa pun persepsi kita, keputusan MK tetap perlu didukung dengan mengambil sisi positif dari perspektif keputusan tersebut.
Ada tiga tujuan utama dari perubahan menuju BHP bagi PT, yaitu otonomi, transparansi, akuntabilitas, dan daya saing sebagaimana tujuan strategis akhirnya. Otonomi kampus berlatar belakang krisis yang dialami oleh negara di antaranya menyebabkan negara kesulitan dalam memenuhi anggaran belanja negara di bidang pendidikan secara “mandiri”.
Tahapan awal dari proses otonomi kampus tersebut adalah melalui perubahan struktur organisasi dan demokratisasi kampus. Pada struktur yang baru tersebut, universitas tidak lagi bertanggung jawab secara langsung kepada Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas), tapi kepada Majelis Wali Amanat (MWA) sebagai stakeholders dari universitas. MWA terdiri atas unsur pemerintah, senat akademik, dosen, mahasiswa, dan masyarakat. Meski demikian, proporsi suara Mendiknas dalam MWA mempunyai representasi besar. Dari sisi transparansi, dampak dari otonomi yang diberikan membuat PT harus mempertanggung-jawabkan laporan keuangannya secara transparan dan akuntabel kepada semua stakeholders.
Kampus diberi kebebasan sebesarbesarnya untuk mencari sumber pendanaannya di mana sebanyak 50% akan ditanggung pemerintah, maksimum 33% bisa diambil dari dana masyarakat seperti SPP dan SPI, serta sisanya akan ditanggung bersama oleh pemerintah dan PT. Dengan demikian, tujuan akhir strategis diharapkan akan dapat dicapai secara lebih baik. Dari konsep di atas,secara logis PT seharusnya bisa bertransformasi secara alami dari teaching university menuju ke research university dan pada akhirnya menjadi entrepreneurial university. Roh sejati dari BHP adalah meningkatkan kreativitas dalam mengembangkan kompetensi kampus sebagai berbasis riset sehingga dapat menghasilkan riset bermutu yang bisa dikerjasamakan pendanaannya dengan industri, riset dengan hasil banyak paten,serta knowledge based incomelain. Berbeda dengan semangat filosofisnya, pada kenyataannya banyak PTN yang sudah ber-BHP mengeluhkan bahwa target knowledge based incomemereka tak sesuai dengan harapan.Apa yang mereka lakukan untuk memenuhi kebutuhan operasionalnya yang maksimal 33% adalah dengan cara paling gampang menaikkan SPP mahasiswa ataupun membuat bisnis yang “biasa”dan “bisa”dilakukan oleh bukan perusahaan berbasis riset seperti mendirikan pusat perbelanjaan, asrama, SPBU, dll yang hanya bersifat “efisiensi” kebutuhan internal.
Kebutuhan total biaya operasional dari PT tersebut semakin tinggi dengan tuntutan yang tinggi terhadap capaian standar pelayanan minimal (SPM) hingga internasionalisasi peringkat. Mencapai SPM sebagaimana kriteria akreditasi bagi beberapa PT yang jauh dari pusat pemerintahan saja sudah sulit, apalagi mencapai peringkat internasional. Mencapai peringkat internasional tentu membutuhkan dana yang tidak sedikit di mana kebutuhan dana tersebut terserap untuk investasi hardware maupun investasi human capital. Oleh karena itu,“pemaknaan” dan “strategi” yang salah tentang bagaimana kita mencapai peringkat internasional akan menyedot dana keuangan kita ke luar negeri tanpa ada investasi pengembalian yang pasti. Contohnya, PT perlu memilih kendaraan “peringkat internasional”-nya dengan mempertimbangkan sisi kompetitif ekonomi negara dan sisi “komparatifnya”. Misalnya, pemilihan bidang sastra dan musik tradisional daerah tertentu sebagai kendaraan “peringkat internasional”. Suatu PT di Indonesia memang dari sisi komparatif adalah pilihan jitu, tapi hanya menghasilkan sedikit dampak ekonomis bagi daya saing bangsa.
Oleh karenanya, konsep uniqueness produk dan kemampuan PT untuk melakukan kerja sama dengan industri dan lembaga penelitian nasional di dalam negeri seperti BPPT, Ristek sangat mendukung keunggulan daya saing produk risetnya. Dengan demikian, pencapaian peringkat internasional kita tidaklah bersifat semu, yaitu tampaknya hebat,tetapi dana operasional terkuras secara tidak efisien ke luar negeri.
Mengingat spirit BHP sebenarnya adalah baik, seharusnya meskipun tanpa menggunakan “baju” BHP, PT perlu mengakomodasi spirit profesional tersebut, baik dalam bentuk BLU ataupun model yayasan pendidikan yang lain. Apa pun status badan hukumnya, apakah BHP atau BLU, yang penting diberikannya otonomi seluas-luasnya tidak hanya dari sisi akademik, tapi juga keuangan, SDM, organisasi, dan manajemen.
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
LAPORAN UTAMA
Sebagai Mitra Kerja, Bukan Hakim
mitra sekolah yang memiliki peran
sangat strategis dalam upaya
turut serta mengembangkan pendidikan
di sekolah,
bukanlah organisasi yang
berfungsi untuk menghakimi sekolah.
Dengan demikian kehadirannya tidak hanya
sekedar sebagai stempel sekolah semata,
khususnya dalam upaya memungut biaya
dari orang tua siswa,
namun lebih jauh Komite Sekolah
menjadi sebuah organisasi
yang benar-benar dapat mewadahi dan
menyalurkan aspirasi (uneg-uneg)
serta prakarsa dari masyarakat
dalam melahirkan kebijakan operasional
dan program pendidikan di sekolah
Adapun salah satu tujuan pembentukan Komite Sekolah adalah guna meningkatkan tanggung jawab dan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan. Hal ini berarti peran serta masyarakat sangat dibutuhkan dalam peningkatkan mutu pendidikan, bukan hanya sekadar memberikan bantuan berwujud material saja, namun juga diperlukan bantuan yang berupa pemikiran, ide, dan gagasan-gagasan inovatif demi kemajuan suatu sekolah atau satuan pendidikan.
Masih berdasarkan Kepmendiknas nomor: 044/U/2002, Komite Sekolah merupakan badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik pada pendidikan pra sekolah, jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan di luar sekolah.
Hai ini sesuai dengan tujuan dibentuknya Komite Sekolah guna mewadahi dan menyalurkan aspirasi serta prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan di satuan pendidikan, meningkatkan tanggung jawab dan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan, serta menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di satuan pendidikan.
Guna meningkatkan pengelolaan pendidikan perlu adanya pembenahan-pembenahan yang dilandasi dengan adanya kesepakatan, komitmen, kesadaran, kesiapan membangun budaya serta profesionalisme guna mewujudkan masyarakat sekolah yang memiliki loyalitas terhadap peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dikatakan Ketua Komite Sekolah SD Sidorejo Lor 5 Salatiga, Dadit Kurniawan, S.Pd yang mengatakan bahwa adanya Komite Sekolah bertujuan untuk meningkatkan tanggung jawab dan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan.
Adapun peran Komite sekolah adalah sebagai pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan serta pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan dan sebagai mediator antara pemerintah dan masyarakat di satuan pendidikan. Selain itu komite sekolah juga berfungsi untuk memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada sekolah mengenai kebijakan dan program pendidikan, rencana anggaran pendidikan dan belanja sekolah (RAPBS), kriteria kinerja sekolah, kriteria tenaga kependidikan, kriteria fasilitas pendidikan, serta hal-hal yang terkait dengan pendidikan.
Komite Sekolah merupakan organisasi mitra sekolah yang memiliki peran sangat strategis dalam upaya turut serta mengembangkan pendidikan di sekolah, bukanlah organisasi yang berfungsi untuk menghakimi sekolah. Dengan demikian kehadirannya tidak hanya sekedar sebagai stempel sekolah semata, khususnya dalam upaya memungut biaya dari orang tua siswa, namun lebih jauh Komite Sekolah menjadi sebuah organisasi yang benar-benar dapat mewadahi dan menyalurkan aspirasi (uneg-uneg) serta prakarsa dari masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan di sekolah serta dapat menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu.
“Dibentuknya Komite Sekolah bukan sebagai hakim, melaikan sebagai mitra kerja guna meningkatkan mutu pendidikan pada satuan kerja tertentu” tandas Dadit Kurniawan yang selain Ketua Komite Sekolah SD Sidorejo Lor 5 juga sebagai tenaga pengajar di SMK N2 Salatiga.
Menurut Kepala SMK Muhammadiyah Salatiga, Drs. Surono, M.Pd keberhasilan dalam penyelenggaraan pendidikan di SMK Muhammadiyah Salatiga tidak hanya menjadi tanggung jawab kepala sekolah, melainkan juga masyarakat dalam arti Komite Sekolah. Hal ini sesuai dengan konsep partisipasi berasis masyarakat (community-based participation) dan Manajemen Berbasis Sekolah (school-based management) yang kini tidak hanya menjadi wacana, akan tetapi telah dilaksanakan. Adapun Inti dari penerapan kedua konsep tersebut adalah bagaimana agar sekolah dan semua yang berkompeten dapat memberikan layanan pendidikan yang berkualitas. “Yang jelas hal ini terbukti bahwa kegiatan-kegiatan di SMK Muhammadiyah Salatiga selama ini banyak dibantu oleh komite sekolah” tandasnya.
Terpisah Kepala Program Keahlian Listrik SMK Muhammadiyah Salatiga, Sisyono, S.Pd sangat mendukung keberadaan Komite Sekolah tersebut. “Komite Sekolah sangat diperlukan, karena dapat memberikan bantuan pemikiran, ide, gagasan-gagasan inovatif serta sebagai kontrol demi kemajuan suatu sekolah” kata Sisyono.(HB_5).
Menuju Sekolah Gratis dan Terbuka
Iklan sekolah Gratis telah berkumandang sejak lama dan telah lama pula kita simak melalui media masa. Informasi yang membuat masayarakat senang dan bangga akan bangsa ini bisa kita peroleh dari TV, koran, pamflet, leaflet, radio dan media lainnya.
Rupanya sekolah gratis tersebut memang benar-benar ada dan telah terwujud di berbagai belahan negeri Indonesia ini, terutama di daerah yang Pendapatan Asli Daerah(PAD)-nya tinggi. Di Salatiga juga ada beberapa sekolah yang benar-benar tidak memungut biaya pendidikan bagi siswanya, salah satunya SDN Salatiga 02. Mari kita mengenal dan menelusuri bagaimana kiat sekolah ini menyiasati biaya operasional pendidikannya.
SDN Salatiga 02 terletak di pusat kota, tepatnya di Jl. Diponegoro No 12 Salatiga. Lokasi ini sangat stategis dibandingkan dengan sekolah lain di kota ini. Sarana transportasi juga sangat mudah karena berada kurang dari 1 Km dari bundaran Tamansari dan terminal angkot.
Sekarang ini kepala sekolah dipegang oleh salah seorang kepala sekolah teladan di Salatiga, namanya Supriyadi, SPd. Sosok pemimpin yang satu ini sungguh mewakili penampilan SDN Salatiga 02 yang terbuka dalam hal manajemennya.
Supriyadi yang didampingi sekretarisnya Kasiyadi, S.Pd., membenarkan bahwa benar sekolah tersebut tidak memungut biaya pendidikan dari siswa dan orang tua siswa. Meskipun begitu mutu pendidikan yang disajikan tidak kalah dengan SD yang ternama dan diunggulkan di kota ini.
“Mulai dari pendaftaran masuk, kami tidak memungut biaya. Baik formulir sampai pada uang sumbangan atau uang gedung tidak ada. Kalau seragam itu jelas karena kebutuhan pribadi anak” terang Supriyadi.
“Bahkan untuk lembar kerja siswa (LKS), praktikum, seni budaya dan ketrampilan (SBK) sampai penambahan jam pelajaran semua tanpa pungutan biaya” tambah kepala sekolah berpenampilan sederhana ini.
Kiat sekolah dalam mengelola pendanaan bagi kebutuhan pendidikan adalah mengoptimalkan dana bantuan operacional siswa (BOS). Untuk kekurangan kebutuhan diperoleh dengan penggalangan infaq yang tidak membebani.
“Bila ada kebutuhan siswa yang tidak terpenuhi dengan dan BOS tersebut pihak sekolah mengumpulkan komite sekolah dan wali murid untuk berembug bersama. Pemecahan biasanya jatuh pada program infaq. Infaq tersebut sifatnya sangat sukarela dan tidak ada penyebutan angka minimal. Bahkan bila orang tua tidak mampu, tidak memberikan infaq pun tidak apa-apa, karena sistem yang kita kembangkan adalah subsidi silang” papar Supriyadi.
SDN Salatiga 02 ini memungkinkan program subsidi silang antara siswa yang mampu dan yang kurang mampu karena prosentrase siswa mampu berjumlah 80% lebih. Sehingga sekolah tidak mengharuskan wali murid untuk berinfaq bila ada kekurangan biaya pendidikan.
Sekolah ini dalam penerimaan siswa baru terpaksa melaksanakan seleksi internal, meskipun pada tingkatan SD sekolah tidak boleh melakukan seleksi. Ini terjadi karena sekolah ini tidak memiliki kelas paralel, sedangkan pendaftar melebihi kuota.
Seleksi tersebut bukanlah berdasarkan pada kemampuan ekonomi tapi lebih pada kepribadian siswa. “Semua siswa yang mendaftar di SD ini kami seleksi dari keberanian, mental dan bahasa (komunikasi). Jadi bukan pada tes akademik atau baca tulis dan hitunnya” tandas Supriyadi.
Untuk profil, SD Negeri Salatiga 02, Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga sebagai salah satu institusi pendidikan mempunyai tanggung jawab untuk ikut berperan serta merealisasikan visi Kementrian Pendidikan Nasional yang diaplikasikan pada visi Sekolah.
Melalui penyusunan program yang jelas, terarah dan terukur yang dituangkan dalam Rencana Pengembangan Sekolah ( RPS ) dan dijabarkan dalam Rencana Kerja Sekolah ( RKS ), serta peran serta masyarakat dan dukungan pemerintah diharapkan dapat mewujudkan visi sekolah, yaitu “Siswa SD Salatiga 02 yang kompetitif, beriman, berbudi pekerti luhur, cinta tanah air dan berbudaya “.
Adapun visi SD Negeri Salatiga 02 adalah “Insan yang kompetitif, beriman, berbudi pekerti luhur, cinta tanah air dan berbudaya”. Sedangkan misinya dijabarkan sebagai berikut: pertama, melaksanakan dan meningkatkan kualitas pembelajaran, untuk membentuk siswa yang cerdas dan unggul, melalui pembelajaran yang kreatif dan inovatif. Kedua, melakukan pembinaan sesuai bakat dan minat siswa, untuk mengembangkan potensi siswa.
Ketiga, memberikan dasar keterampilan iptek dan teknologi informasi. Kempat, menanamkan budaya membaca dan menulis (mengarang). Kelima, meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa melalui kegiatan kerohanian sesuai agama dan keyakinan masing- masing. Keenam, mengembangkan sikap toleransi di tengah kehidupan masyarakat yang madani menuju terciptanya kehidupan yang harmonis. Ketujuh, menanamkan kepribadian dan budi pekerti luhur melalui pendekatan budaya. Kedelapan, memupuk dan mempertebal semangat kesadaran berbangsa dan bernegara. Kesembilan, membina kerukunan, kepekaan sosial dan kepedulian lingkungan. Kesepuluh, membina dan mengembangkan seni dan budaya untuk membentuk budi pekerti yang santun.
Tujuan sekolah ini adalah meningkatkan kualitas pendidikan SD Negeri Salatiga 02 menuju sekolah mandiri, melalui peningkatan kualitas pembelajaran, pembinaan minat dan bakat, peningkatan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, pembentukan budi pekerti luhur, dan pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara, serta pembinaan seni budaya
Adapun sasarannya terwujudnya sekolah yang berkualitas dengan indikator sebagai berikut: pertama, tersedianya guru dan tenaga kependidikan yang profesional. Kedua, memiliki sarana dan prasarana yang lengkap dan berkualitas serta berdaya guna tinggi. Ketiga, kondisi pisik dan psikhis sekolah dan lingkungan sekolah yang nyaman sehingga mampu menciptakan iklim kerja yang kondusif dan meningkatkan motivasi relajar.
Kempat, model pembelajaran yang berorientasi pada keterampilan proses dengan pendekatan pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan ( Pakem ). Kelima, unggul dalam berbagai macam kompetisi baik akademik maupun non akademik di tingkat gugus, kecamatan, kota, maupun provinsi serta tingkat nasional.
Kenam, menghasilkan out put yang berdaya saing tinggi dan menguasai dasar- dasar ilmu pengetahuan dan teknologi. Ketujuh, tercapainya otonomi sekolah, yang mencerminkan keleluasaan sekolah mengatur, mengurus dan mengembangkan sekolah, sesuai dengan program pemerintah, sehingga terwujud sekolah yang mandiri.
Dalam motto SD N Salatiga 02 mengangkat ”Unggul dalam program, layanan, dan prestasi”harian, program evaluasi, dan program Perbaikan dan pengayaan, disiapkan pada awal tahun pelajaran. Sedangkan rencana harian, program evaluasi, dan Program remidial disusun secara rutin harian/ mingguan.
Sekolah juga perlu mempersiapkan Hidden Curriculum di luar struktur kurikulum yang berfungsi untuk meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, menumbuhkan sikap toleransi inter dan antar umat beragama, membentuk kepribadian luhur, mempertebal semangat kebangsaan/ patriotisme dan menciptakan kehalusa budi pekerti.
Adapun Hidden Curriculum meliputi : pertama, pembentukan/Penguatan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kedua, penanaman akhlak mulia/budi pekerti luhur. Ketiga, penanaman semangat nasionalisme dan rasa cinta tanah air. Keempat, penanaman estetika, seni dan budaya dan kelima, pembentukan sikap kepedulian sosial dan lingkungan.
Kendala yang dihadapi sekolah ini adalah, Tata kelola letak dan ruang sekolah yang kurang harmoni, tidak memiliki lahan yang memadai untuk kegiatan di luar kelas, tidak memiliki tempat upacara yang layak dan ruang bermain yang cukup luas. Selanjutnya lingkungan sekolah yang kurang sejuk dan kurang asri, belum memiliki sarana teknologi informatika yang cukup memadai ( misal: akses internet ).
Permasalahan lain adalah sarana dan prasarana sekolah belum dimanfaatkan secara optimal, proses belajar- mengajar yang masih cenderung konvensional ( belum inovatif ), jumlah siswa per- rombel terlalu besar melebihi standar nasional. ( maks 28 siswa ), dukungan Pemerintah Daerah pada sektor kegiatan belum memadai, belum memiliki Program/ Rencana Pengembangan Sekolah yang jelas dan terarah.
Dari segi prestrasi sekolah ini mampu masuk pada dataran sekolah RSBI tapi karena prasarana yang tidak memungkinkan akhirnya diganti oleh sekolah lain tapi SD ini tetap menjadi sekolah inti. Dalam prestrasi sekolah ini juga unggul terbukti dalam try out UASBN selalu menduduki peringkat tiga besar.
Prestasi siswanya antara lain, juara I putera dan II puteri Siswa Berprestasi tingkat Kota, Juara II tingkat Provinsi Mapsi (mata Pelajaran dan Seni Islam), Juara I dr Kecil tingkat Kota, Juara 2 Tingkat Kota Cerdas Cermat tahun 2010. juara CCQ, juara Karate tingkat Nasional, juara lomba menyanyi. baru-baru ini siswa juga menjuarai Olympiade Sains Kota Salatiga dan akan maju ke tingkat Provinsi.
”Keberhasilan sekolah adalah adanya teamwork yang solid” pungkas Supriyadi.(HB_8)
Manusia Indonesia menempati posisi sentral dan strategis dalam pelaksanaan pembangunan nasional, sehingga diperlukan adanya pengembangan sumber daya manusia (SDM) secara optimal. Pengembangan SDM dapat dilakukan melalui pendidikan mulai dari dalam keluarga, hingga lingkungan sekolah dan masyarakat. Salah satu SDM yang dimaksud adalah generasi muda (young generation) sebagai estafet pembaharu merupakan kader pembangunan yang sifatnya masih potensial, perlu dibina dan dikembangkan secara terarah dan berkelanjutan.
Akibat dari menurunnya nilai – nilai budi pekerti, moral pada pribadi masyarakat dan siswa pada umumnya menimbulkan efek-efek sosial yang buruk. Bermacam-macam masalah sosial dan masalah-masalah moral timbul di Indonesia antara lain : 1). meningkatnya pembrontakan remaja atau dekadensi etika/sopan santun pelajar, 2). meningkatnya kertidakjujuran, seperti suka bolos, nyontek, tawuran dari sekolah dan suka mencuri, 3). berkurangnya rasa hormat terhadap orang tua, guru, dan terhadap figur-figur yang berwenang, 4). berbahasa tidak sopan, 5). timbulnya gelombang perilaku yang merusak diri sendiri seperti perilaku seksual premature, penyalahgunaan mirasantika/narkoba dan perilaku bunuh diri, 6). timbulnya ketidaktahuan sopan santun termasuk mengabaikan pengetahuan moral sebagai dasar hidup.
Berkaitan dengan berkembangan budi pekerti atau perilaku remaja dan masyarakat maka berikut adalah petikan wawancara reporter Majalah Hati Beriman dengan salah seorang guru Bimbingan Konseling SMPN 9 Salatiga Ibu Padminingsih, S.Pd.
Bagaimana pandangan Anda tentang perkembangan perilaku remaja saat ini
Secara umum pada saat ini telah terjadi dekadensi moral, perilaku remaja telah mengalami kemunduran dari waktu ke waktu. Bahkan sebagian besar pelajar dan masyarakat telah tercerabut dari peradaban eastenisasi (ketimuran) yang beradab, santun dan beragama. Jika melihat kembali diera tahun 80 an jika dibandingkan dengan kondisi remaja dan masyarakat secara umum saat ini telah terjadi perubahan yang signifikan. Tata krama, unggah-ungguh, sopan – santun telah banyak ditinggalkan, bahkan bahasa jawa pun telah banyak ditinggalkan orang jawa sendiri. Namun demikian untuk Kota Salatiga menurut pengamatan kami tingkat dekadensi moral yang terjadi masih dalam batas yang masih terkendali hal ini khususnya di SMPN 9. Memang nilai nilai luhur adat Jawa memang telah banyak ditinggalkan, namun secara umum remaja di Salatiga masih cukup memiliki sopan santun.
Adanya kasus remaja yang bunuh diri karena tidak lulus sekolah atau karena persoalan cinta sebenarnya apa yang sedang terjadi
Permasalahannya adalah tidak seimbangnya antara harapan dan kenyataan yang ada, memang pada masa remaja ini sedang berada dalam tahap mencari jati diri, sehingga sangat membutuhkan perhatian, pengawasan dan bimbingan yang tepat dari semua pihak, terutama dari orang tua. Pemenuhan kebutuhan materi saja tidak cukup, seorang anak sangat membutuhkan perhatian dari orang tua sehingga dalam hal ini orang tua harus bisa menjadi panutan dan sekaligus teman. Apabila seorang anak sedang mendapatkan suatu masalah maka dia lebih senang untuk menyampaikan permasalahannya secara terbuka kepada orang tuanya. Dengan kondisi seperti ini maka permasalahan yang dihadapi seorang anak akan dapat diketahui secara dini oleh orang tua, sehingga dapat segera dicarikan jalan keluarnya.
Pada saat ini dalam kurikulum sekolah tidak ada Pendidikan Budi Pekerti Bagaimana pandangan ibu mengenai hal ini
Secara jujur sebenarnya Pendidikan Budi Pekerti sangat dibutuhkan pada saat ini. Pendidikan Budi Pekerti ini memiliki efek pencegahan terhadap terjadinya dekadensi moral remaja dan masyarakat. Seperti dalam dunia kesehatan sebenarnya mencegah adalah lebih baik daripada mengobati, apabila telah terjadi penurunan moral perilaku remaja dan masyarakat akan lebih sulit untuk memperbaikinya. Bayangkan saja dari seorang remaja yang tumbuh dewasa nantinya akan lahir generasi penerus pembangunan, jika misalkan si A ini telah memiliki perilaku yang tidak baik bagamana dengan keturunannya nanti. Seperti peribahasa buah itu jatuhnya tidak jauh dari pohonnya, jika orang tuanya memiliki moral yang tidak baik maka sang anak tidak jauh berbeda dari orang tuanya. Walupun tidak sepenuhnya benar namun secara umum berlaku kondisi seperti itu. Sehingga menurut pandangan kami Pendidikan Budi Pekerti sebenarnya mutlak diperlukan untuk menumbuhkan generasi penerus yang menjunjung tinggi nilai – nilai kesopanan, tata krama, unggah – ungguh.
Sebenarnya seperti apakah Pendidikan Budi Pekerti itu
Pendidikan Budi Pekerti di Salatiga yang ada diwaktu dulu lebih condong pada pembelajaran tentang adat budaya Jawa, adat ketimuran yang diwariskan oleh para leluhur. Siswa diajarkan tentang sopan santun kepada semua makhluk hidup, kepada orang yang lebih muda, teman seumur dan kepada orang yang lebih tua atau dituakan. Selain itu diajarkan pula tentang tata krama dan tanggung jawab. Sebenarnya apabila tatakrama telah dimiliki seseorang maka perilaku hidupnya akan mengalir mengikuti tata krama yang telah diketahui dan dipahaminya.
Menurut pandangan ibu siapa saja yang bertanggung jawab dalam menjaga dan memperbaiki perilaku remaja
Sebenarnya semua orang memiliki tanggung jawab terhadap perilaku remaja dan masyarakat. Karena secara individu pun seseorang dituntut memiliki perilaku yang baik, dia memiliki tanggung jawab terhadap diri sendiri dan masyarakat di sekitarnya. Namun demikian ada tiga lingkungan mendasar yang bertanggung jawab atas perilaku remaja dan masyarakat yaitu lingkungan keluarga dalam hal ini orang tua, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Dalam keluarga seorang anak tumbuh dengan mendapatkan pendidikan perilaku yang paling awal, orang tua harus dapat memberikan contoh yang baik kepada anak – anaknya, jangan sampai orang tua mendapatkan cap jarkoni(”ujar tapi ora nglakoni”) dari anaknya sebagai misal orang tua menyuruh anak untuk belajar sementara itu orang tuanya justru menonton film di tv. Sebenarnya teladan atau contoh dari orang tua atau orang yang dituakan merupakan pembelajaran yang sangat efektif, karena adakalanya seorang anak cenderung memberontak jika merasa digurui, tapi dengan memberikan contoh yang baik anak akan lebih mudah mengikuti atau mengambil hikmahnya. Sedangkan untuk lingkungan sekolah dengan tidak adanya Pendidikan Budi Pekerti memang terasa kurang walaupun nilai – nilai budi pekerti telah secara sistematis dan sistemik diintegrasikan dalam materi pelajaran pendidikan Agama, PPKn dan pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Terhitung sejak tahun 2006, dalam kurikulum KTSP terdapat 10 tugas perkembangan yang mendukung pendidikan budi pekerti di sekolahan, dimana 10 program tersebut terbagi dalam empat bidang bimbingan yaitu bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar dan bimbingan karir.
Manurut ibu bagaimanakah pengaruh budaya luar terhadap perkembangan budi pekerti remaja
Secara umum memang budaya asing telah memberikan pengaruh kurang baik terhadap perilaku remaja dan masyarakat. Ditinggalkannya budaya luhur bangsa memang sangat mengkhawatirkan, perilaku hidup bebas memang mulai masuk dalam kehidupan masyarakat Indonesia, untuk itu benteng diri yang paling baik adalah kesadaran dari tiap individu akan pentingnya melestarikan adat ketimuran yang luhur, melaksanakannya dalam kehidupan sehari – hari niscaya budaya asing yang bersifat negatif tidak akan mempengaruhi perilaku bangsa ini.Oleh karena itu tata krama, sopan santun atau unggah ungguh serta rasa tanggung jawab harus bisa terpatri kuat dalam diri para remaja karena nanti jika telah beranjak dewasa pengawasan dan perhatian dari orang tua akan sangat minim sekali, misalnya jika seseorang telah kuliah di luar kota maka orang tua sudah tidak dapat mengawasi dan memperhatikan anaknya secara langsung. Dalam keadaan seperti ini maka budi pekerti merupakan benteng bagi diri sendiri.
Apa harapan ibu terkait pembelajaran budi pekerti bagi remaja